BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyaknya kasus
bullying saat ini sering kali siswa menjadi korban atau pelaku bullying. Bullying
adalah bentuk tindakan mengganggu orang lain baik secara fisik, verbal, maupun
emosional kepada orang atau sekolompok orang
yang dianggap lebih lemah. Penggunaan kekerasan atau paksaan untuk
menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat merupakan
suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik.
Hal ini dapat menckup pelecehan secara llisan atau ancaman, kekerasan fisik
atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu.
Sebenarnya bullying tidak hanya meliputi
kekerasan fisik, seperti memukul, menjambak, menampar, memalak, dll, tetapi
juga dapat berbentuk kekerasan verbal, seperti memaki, mengejek, menggosip, dan
berbentuk kekerasan psikologis, seperti mengintimidasi, mengucilkan,
mendiskriminasikan. Berdasarkan sebuah survei terhadap perlakuan bullying,
sebagian besar korban melaporkan bahwa mereka menerima perlakuan pelecehan
secara psikologis (diremehkan). Kekerasan secara fisik, seperti didorong,
dipukul, dan ditempeleng lebih umum di kalangan remaja pria.
Dibandingkan
anak-anak lain pada umumnya, anak-anak yang menjadi korban bullying menyatakan
merasa kesepian dan kesulitan berkawan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian bullying?
2. Berbagai
jenis-jenis bullying?
3. Apa
dampak yang terjadi pada siswa yang menjadi korban bullying?
4. Apa
saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi bullying?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian bullying.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis bullying.
3. Untuk
mengetahui dampak yang terjadi akibat bullying.
4. Untuk
mengetahui cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi bullying.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Bullying
Bullying
berasal dari kata “bully”, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya
ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Bullying adalah suatu
tindakan menggertak atau mengganggu orang yang lebih lemah. Bullying pada
hakikatnya adalah “ tindakan menggunakan kekuatan ataupun kekuasaan, untuk
melukai seseorang maupun kelompok, secara fisik, mental, serta verbal, sehingga
menyebabkan korbanya merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya”.
Bagi
para pelaku maupun korban bullying, pengalaman mereka dalam pengasuhan
berkaitan dengan interaksi dengan kawan-kawan sebaya. Pelaku utama adalah pihak
yang merasa lebih berkuasa dan berinisiatif melakukan tindak kekerasan baik
secara fisik maupun psikologis terhadap korban. Selain gangguan fisik,korban
bullying juga akan mengalami gangguan psikis,berupa stres,karena bullying
biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Aspek bullying yang paling merusak
adalah pengulangannya. Pengganggu sering melakukannya tanpa henti,
mengintimidasi berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Korban dapat hidup
dalam ketakutan terus-menerus mengingat-ingat di mana dan kapan si pengganggu
akan menyerang selanjutnya, apa yang akan mereka lakukan, dan seberapa jauh
mereka akan melakukannya.
Biasanya anak
laki-laki sering melakukan bullying menggunakan ancaman fisik dan tindakan,
sedangkan anak perempuan lebih mungkin terlibat dalam lisan atau bullying dalam
hubungan. Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini menemukan bahwa korban
bullying memiliki orang tua yang gemar mencampuri, menuntut, cemas dan terlalu
melindungi terhadap anak-anaknya. Relasi orang tua dan anak-anak sangat dekat,
berkaitan dengan tingginya menjadi korban bullying pada anak laki-laki.
Kedekatan yang kuat tersebut mendorong timbulnya sikap ragu-ragu dan khawatir
yang diangggap sebagai kelemahan dalam kelompok kawan laki-laki. Sementara orang
tua pelaku bullying cenderung menolak, otoritarian, atau permisif terhadap
agresivitas yang ditampilkan oleh anak laki-lakinya.
2. Jenis-jenis
Bullying
Secara garis besar bullying
dikategorikan menjadi beberapa jenis antara lain;
1)
Bullying Fisik
Bullying yang
melibatkan kontak fisik antara pelaku bullying dan korban, seperti memukul,
menendang, meludahi, mendorong, menjambak, menampar dan lain-lain.
2) Bullying
Verbal
Bullying yang menggunakan bahasa-bahasa
berniat untuk mengejek, menghina, memfitnah, menyakiti hati seseorang.
3) Bullying
Non Verbal
a. Langsung
Misalnya : memandang secara sinis,
menibir, menampakkan ekspresi wajah menghina atau merendahkan, dan lain-lain.
b. Tidak
langsung
Misalnya : tak memedulikan,
menyikapi dengan cuek, mendiamkan, mengabaikan, mengucilkan, menelantarkan,
mengirimi surat-kaleng, menakut-nakuti atau mengancam si korban dengan mengirim
gambar, suara dan lain-lain.
4) Bullying
Relasi Sosial
Bullying yang bermaksud untuk
membuat orang lain dikucilkan di hubungan sosial seperti menjatuhkan harga diri
dan mengabaikan si korban.
3. Dampak dari bullying
Dampak yang diderita oleh korban
bullying dapat berlangsung dalam jangka pendek maupun jangka panjng. Dalam
jangka pendek, mereka dapat menjadi depresi, kehilangan minat untuk
menyelesaikan tugas sekolah. Berdasarkan hasil survei terhadap anak-anak
berusia 9 hingga 12 tahun, ditemukan bahwa korban bullyng lebih banyak
mengalami sakit kepala, gangguan tidur, sakit perut, kelelahan, dan depresi,
dibandingkan anak-anak lainnya. (Fekkes, 2004).
Akibat mendapat perlakuan ini,korban pun
memiliki rasa dendam,untuk suatu ketika akan mebalasnya terhadap individu lain.
Sehingga bukan tak mungkin korban bullying akan menjadi pelaku bullying pada
anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya,yaitu guna mendapat kepuasan
dengan cara membalas dendam.Ada proses belajar yang sudah ia jalani, dan ada
dendam yang tak terselesaikan.siswa korban “bullying” akan mengalami
permasalahan kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain
dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bullying) ketinggalan
pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang
Iklim sekolah
dapat berperan penting bagi timbulnya perilaku bullying. Iklim sekolah dimana
orang dewaa dan anak-anak membiarkan perilaku bullying terjadi, akan
mengembangkan perilaku bullying. Sebuah studi mengungkapkan bahwa sekolah yang
memiliki standar akademis yang tinggi, keterlibatan orang tua yang tinggi, dan
disiplin yang efektif, cenderung memerlihatkan perliaku bullying yang lebih
sedikit (Ma, 2002).
4. Mengurangi
Bullying
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
sekolah untuk mengurangi bullying menrut Cohn & Canter, 2003; Limber 1997,
2004) antara lain:
a) Melibatkan
kawan sebaya yang lebih tua untuk mengawasi bullying dan ikut campur tangan
ketika peristiwa itu terjadi.
b) Membuat
peraturan sekolah dan sanksi terhadap bullying dan ditempelkan di seluruh
penjuru sekolah.
c) Membentuk
kelompok sahabat-sahabat bagi remaja- remaja yang sering menjadi korban
bullying.
d) Memasukkan
pesan program anti-bullying di tempat ibadah, sekolah, dan aktivitas komunitas
yang melibatkan anak dan remaja.
e) Mendorong
para orang tua untuk memaksa anak-anaknya mengembangkan perilaku positif dan
mencontoh interaksi interpersonal yang sesuai.
f) Mengidentifikasi
para pelaku bullying dan korbannya, serta menggunakan pelatihan keterampilan
sosial untuk memerbaiki perilaku mereka.
g) Mendorong
orang tua untuk menghubungi psikolog, konselor, atau pekerja sosial di sekola
dan meminta bantuan ketika anak mereka menjadi pelaku atau korban bullying.
h) Lebih
terlibat dalam program sekolah untuk memerangi bullying.
i)
Mendorong perilaku positif pada
anak-anak dan memberikan model berinteraksi yang tidak melibatkan bullying atau
agresi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bullying
merupakan perilaku verbal maupun fisik yang dapat mengganggu kesehatan fisik
maupun psikologis korban atau biasanya yang menjadi sasaran adalah anak lemah
sehingga menjadi korban penindasan. Pelaku bullying biasanya adalah orang yang
lebih kuat dan berkuasa sehingga merasa pantas melakukan penindasan terhadap
yang lemah. Salah satu jenis bullying yang sering terjadi adalah bullying dalam
bentuk verbal yaitu meremehkan, mengejek dan menghina orang yang dianggap
kurang kuat.
Dampak
dari perilaku bullying ini tentu merugikan korban. Misal trauma dan depresi
yang dapat terjadi dalam jangka panjang. Korban dapat melakukan balas dendam
terhadap orang lain yang dianggapnya lebih lemah dari dia. Peran orang tua di
rumah harus mampu menciptakan komunikasi yang baik dengan anak-anak dan
membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan menanamkan ahlakul karimah
akan dapat mengurangi munculnya perilaku membully terhadap orang lain.
2. Daftar Pustaka
- John W. Santrock. 2007. Remaja. PT Gelora
Aksara Pratama. Jakarta